Perang Aceh 1873 -1904
Perang Aceh
Di antara perlawanan - perlawanan rakyat Indonesia melawan Belanda, perang Aceh merupakan perang yang lama, paling banyak menguras tenaga dan pikiran serta biaya.
Sebab - sebab terjadinya Perang Aceh secara umum adalah Belanda ingin menguasai Aceh yang letaknya strategis, pergantian traktat London dengan traktat Sumatra, Belanda campur tangan dalam pemerintahan Aceh, antara lain menanyakan hubungan aceh dengan Turki, Italia, dan Amerika Serikat.
Adapun sebab - sebab khusus yang merupakan terjadinya perang senjata adalah di tolaknya tuntutan Belanda untuk mengakui kedaulatan Sultan Aceh, Muhammad Daud Syah.
Orang Belanda yang menyampaikan permintaan itu adalah F.N. Nkeuwenkuysen, pada tanggal 22 Maret 1871. Karena di tolak, Belanda melakukan penyerangan terhadap Aceh pada tanggal 26 Maret 1873. Ini merupakan serangan Belanda yang pertama di pimpin oleh Mayjen Kohler. Dalam pertempuran di halaman masjid Raya Baiturrahman, Kohler tewas bersama serdadu Belanda yang lain. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 14 April 1873 .
Pada bulan Desember 1873 , Belanda melancarkan serangan yang kedua, yang di pimpin oleh Jenderal Van Swieten. Pertempuran ini berlangsung selama dua minggu. Belanda berhasil menguasai Istana Kerajaan Aceh. Raja dan keluarga nya menyelamatkan diri ke Luengbata. Pada tanggal 28 Januari 1874 , Sultan Muhammad Syah meninggal, di ganti oleh Sultan Daud Syah yang di bantu oleh Dewan Mangkubumi yang diketuai oleh Tuanku Hasyim, berkedudukan di Keumala.
Jendral Van Swieten di ganti oleh Jendral Pel. Dalam pertempuran di Tonga, tanggal 24 Februari 1876 Jenderal Pel tewas. Tewasnya dua jenderal ini merupakan pukulan berat bagi Belanda dan sebaliknya rakyat Aceh makin bersemangat dengan datangnya Habib Addurrachman dari Turki untuk melawan Belanda. Tokoh pejuang Aceh yang lain , seperti Tengku Cik Ditiro, Teuku Umar, Panglima Polim, Tengku Cik Peusangan, Cut Meutia, Cut Nyak Dien, dan Teuku Umar.
Karena merasa kewalahan dalam melawan rakyat Aceh, Belanda mengubah strategi atau siasat dengan siasat konsentrasi stelsel ( siasat pemusatan ) dan juga menggunakan siasat adu domba seperti yang di usulkan oleh Jenderal Deykerhoof. Tetapi siasat - siasat yang di jalankan Belanda tidak mampu mengakhiri perang Aceh.
Akhirnya Belanda mengirim Dr. Snouck Hurgronje, seorang ahli kajian islam, untuk menyelidiki masyarakat Aceh dan memberi masukan kepada pemerintah Hindia Belanda tentang strategi untuk menguasai rakyat Aceh. Ia menyamar sebagai seorang ulama bernama Abdul Gaffar. Menurut Dr. Snouck Hurgronje, cara menghadapi rakyat Aceh adalah dengan memahami karakter mereka sambil melakukan penyamaran terhadap para para pemimpin Aceh. Snouck Hurgronje menuliskan tentang keadaan masyarakat Aceh dalam bukunya yang berjudul " De Atjehers " ( The Achenese ) .
Pada tahun 1899 , Kolonel Van Heutz yang memimpin perjuangan mulai menjalankan siasat kekerasan. Ia membentuk pasukan khusus anti gerilya yang di beri nama ( Marsose ) . Dalam pertempuran di Meulaboh, Teuku Umar gugur melawan Belanda, perjuangan di teruskan oleh Cut Nyak Dien, tetapi akhirnya Van Heutz dapat menangkapnya. Benteng Kuto Reh, benteng pertahanan rakyat Aceh dapat di kuasai Belanda. Pada tahun 1903 , pasukan Belanda berhasil menawan kerabat kesultanan. Sultan Muhammad Daud Syah terpaksa menyerah, dan kemudian Panglima Polim pun menyerah pula.
Pada tahun 1904 , para pemimpin Aceh di paksa menandatangani perjanjian singkat atau plakat pendek ( Korte Verklaring ) yang isinya menyatakan bahwa Aceh mengakui kekuasaan Belanda dan mematuhi peraturan pemerintah kolonial Belanda. Tetapi perjanjian Aceh terus berlangsung. Untuk menguasai Aceh, Belanda memerlukan waktu 31 tahun. Hal ini disebabkan karena Perang Aceh melibatkan seluruh rakyat Aceh dan dalam melawan Belanda. Rakyat Aceh mengobarkan semangat perang salib, perang Belanda berarti perang membela Agama.
Perjuangan rakyat Aceh terus berlangsung, perjuangan Aceh baru dapat di patahkan sama sekali pada tahun 1917 .
0 Response to "Perang Aceh 1873 -1904"
Post a Comment